Collective
security merupakan sebuah upaya kerja sama dengan doktrinasi yang mendorong
Negara-negara ikut serta dalam usaha perdamaian dunia. Usaha menciptakan
perdamaian dunia tersebut diasumsikan melalui kerangka pembentukan institusi
global. Dalam hal ini Liga Bangsa-bangsa dan Perserikatan bangsa-bangsa. Liga
Bangsa-Bangsa merupakan cikal bakal terbentuknya Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Singkat cerita, LBB dibentuk karena timbulnya kesadaran bahwa perang harus
segera diakhiri. Perang Dunia Pertama telah begitu banyak menimbulkan korban
jiwa. Korban dari Austria-Hungaria sebanyak 1.250.000 orang, sedangkan koban
terbanyak adalah dari Rusia dan Jerman, yaitu 1.750.000 orang, dan masih banyak
lagi korban yang tidak terhitung jumlahnya. Namun ternyata LBB tidak seperti
yang diharapkan. Meskipun telah disepakati oleh semua negara yang terlibat
dalam PD I, LBB ternyata tidak dapat menerapkan sanksinya secara tegas terhadap
negara yang melakukan invasi ke negara lainnya.
Dua
kesalahan utama LBB adalah invasi Jepang atas Manchuria (1931) dan invasi
Italia atas Ethiopia (1935). Jepang tidak menghiraukan resolusi dengan keluar
dari LBB, sedangkan Italia kebal terhadap sanksi yang diterapkan kepadanya.
Saat itu juga, LBB mengalami kegagalan awal yang besar, yaitu tidak bisa
mencegah negara untuk berperang. Sedangkan kegagalan terbesarnya adalah ketika
LBB tidak bisa mencegah perang dalam skala yang lebih besar lagi, yaitu PD II. PD
II yang dipicu oleh perilaku agresif Jerman dan Jepang merupakan puncak dari
kegagalan LBB. Pada tahun 1939 Jerman mengusai Cekoslovakia dan menyerang
Polandia, sehingga memicu reaksi dari Inggris dan Perancis untuk menyerang
Jerman. Dan pada tahun 1940, Hitler menyerang Perancis dan Inggris, di sisi
lain Jepang menguasasi Indochina. Pada tahun 1941 Hitler menyerang Uni Soviet
dan Jepang menyerang Pearl Harbour di Pasifik. Perang demi perang itulah yang
akhirnya “melenyapkan” LBB.
Penggantian LBB oleh PBB sebenarnya tidak mempunyai dampak yang signifikan bagi proses perdamaian dunia, dapat diartikan tidak adanya peperangan. Semua itu karena hampir tidak ada perubahan yang mendasar, seperti tidak adanya sanksi yang mengikat dan kepemilikan hak veto oleh beberapa negara superpower. Hal itu tentunya akan menimbulkan peperangan, seperti yang telah terjadi di waktu-waktu sebelumnya.
Adanya
PBB tidak serta merta mengurangi perang di dunia ini. Meskipun tidak ada lagi
perang besar, namun secara kuantitatif jumlah korban dari perang-perang yang
terjadi pasca PD II justru lebih banyak. Uniknya, pasca PD II dan terbentuknya
PBB, perang justru terjadi di negara yang memiliki sedikit kekuatan, atau bisa
disebut negara dunia ketiga atau negara periphery.
Kegagalan kedua organisasi terletak pada kesalahan perhitungan, bahwa kerjasama atau perdamaian dapat dicapai
dengan menciptakan institusi politik
dalam skala yang luas, yang
secara global. Sejarah mengungkapkan
bahwa asal kerjasama dan integrasi adalah melalui proses penaklukan, kerjasama fungsional, dan dibatasi oleh pengaturan khusus (identitas yang
sama). Dalam arti yang sederhana, perdamaian dunia dapat terwujud
tatkala ada pihak yang besar dengan kekuatan yng besar pula ditakuti oleh
Negara-negara kecil yang tidak memiliki kekuatan besar. Maka perdamaian dapat
tercipta cenderung karena adanya perasaan takut untuk berperang atau diserang
dengan konsekuensi akan di bumihanguskan. Kedua lembaga perdamaian, baik itu
LBB pasca PD I dan PBB pasca PD II, sama-sama mengadopsi 2 tradisi yakni proyek
perdamaian dunia dan concert of Europe. PBB
dianggap gagal dalam menyelesaikan masalah karena adanya pemberian hak veto.
Pemberian hak veto tersebut merupakan implementasi dari tradisi concert of
Europe itu sendiri.
Keamanan
kolektif dapat dipahami sebagai pengaturan keamanan di mana semua negara
bekerjasama secara kolektif untuk menyediakan keamanan bagi semua anggota collective security
oleh tindakan dari semua anggotanya terhadap setiap negara dalam kelompok-kelompok yang
mungkin menantang tatanan yang ada dengan menggunakan kekerasan atau power. Negara
berdaulat ingin mempertahankan kedaulatannya, rela bekerja sama, menerima tingkat kerentanan dan
dalam beberapa kasus negara kecil, juga menyetujui kepentingan penyelenggaraan
negara berkontribusi kepada keamanan kolektif. Keamanan Kolektif dicapai dengan
mendirikan organisasi kerjasama internasional, di bawah naungan hukum
internasional dan ini menimbulkan suatu bentuk pemerintahan kolektif
internasional, meskipun terbatas dalam lingkup dan efektifitas.
Organisasi
keamanan kolektif tidak hanya memberikan keamanan lebih murah, tetapi juga
mungkin satu-satunya cara praktis keamanan bagi negara-negara yang tergolong lemah. Istilah
keamanan kolektif juga telah dikutip sebagai prinsip PBB, dan Liga
Bangsa-Bangsa sebelum itu. Dengan menggunakan sebuah sistem keamanan kolektif,
PBB berharap untuk membujuk setiap negara anggota dari bertindak dengan cara
yang mungkin untuk menciptakan perdamaian sehingga menghindari setiap konflik. Contoh collective security dibawah naungan PBB adalah Dewan Keamanan
PBB yang memiliki tupoksi menjaga dan menciptakan perdamaian dunia dengan
kebijakan yang mengikat seluruh anggota PBB dibawah konstitusi UN Charter. Dewan Keamanan ini terdiri dari
15 (limabelas) negara anggota, 5 (lima) diantaranya adalah anggota tetap yaitu
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Russia, dan China. Anggota tetap ini
mempunyai hak untuk memveto putusan yang akan diambil oleh Dewan Keamanan
dengan cara menolak dan melawan putusan tersebut. Sepuluh anggota Dewan
Keamanan lainnya dipilih oleh Mejelis Umum untuk jangka waktu 2 (dua) tahun
keanggotaan yang tidak dapat diperpanjang, di mana 5 (lima) anggota baru
dipilih setiap tahunnya. Sepuluh anggota terpilih dimaksud, sebagaimana disebut
sebagai anggota tidak tetap dalam Piagam PBB, dipilih berdasarkan formulasi
pembagian dari setiap wilayah utama dari seluruh penjuru dunia. Sebagai
kunci dalam menciptakan perdamaian dan keamanan dunia, Dewan Keamanan mempunyai
beberapa fungsi utama. Dewan ini membantu untuk menyelesaikan sengketa secara
damai, membentuk dan mengatur pasukan penjaga keamanan PBB, dan mengambil
langkah-langkah khusus terhadap negara atau pihak-pihak yang tidak patuh
terhadap keputusan DK PBB.
Meskipun ilustrasi di atas menggambarkan bahwa
Dewan Keamanan telah melakukan upaya yang sangat baik dalam menjalankan
fungsinya, tetapi pada kenyataannya masih terdapat berbagai permasalahan yang
telah menyebabkan ketidakefektifan dari fungsi Dewan Keamanan tersebut. Sebagai
contoh, pemegang hak veto dari negara anggota tetap mempunyai kekuatan untuk
membendung setiap keputusan yang akan berdampak merugikan bagi kepentingan
mereka ataupun sekutunya masing-masing; ataupun contoh lainnya bahwa keputusan
yang telah diambil, biasanya hanya menjadi “lip service” bagi pengimplementasian
berikutnya. Apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia
sekarang ini adalah Dewan Keamanan yang dapat melihat permasalahan sejak dini,
Dewan yang dapat menghalangi dan mencegah terjadinya serangan antara
negara-negara, serta Dewan yang mampu menjadi perantara dalam melaksanakan
penyelesaian.
No comments:
Post a Comment