sekapur sirih

aku adalah aku...
cahaya sekaligus arah bagi kehidupanku...
kematian adalah jalan sesaat menuju keabadian hidup sejati...

Saturday, December 3, 2011

Fungsionalisme


Secara garis besar, fungsionalisme dilandaskan pada upaya memadukan institusi-institusi internasional dalam sebuah bentuk kerja sama yang menekankan pada ranah regional sesuai dengan fungsi dan tugas pokok yang hendak dicapai. Pada pengembangan lebih lanjut, fungsionalisme membahas mengenai pertumbuhan  institusi internasional itu sendiri. Banyak yang sering mengaitkan fungsionalisme dengan realis. Menurut David Mitrany, fungsionalisme menjadi pendekatan yang penting di abad ke-20 karena teori kritis menjadi dasar teori ini. Dalam memahami fungsionalisme, kita harus mengetahui fokus utama dalam pendekatan ini. Secara fundamental, indikator utamanya bukan pada kerja sama organisasi internasional semata, melainkan pula mengenai perdamaian dunia. Fungsionalisme lahir dan berkembang menyikapi pendekatan perdamaian pada state-centric seperti halnya federalisme dan keamanan secara kolektif. 

Berdasar pada argumentasi Mitrany, federalisme dan kolektifitas keamanan mengalami kegagalan karena dianggap kurangnya radikalisme didalamnya. Disisi lain, kolektifitas keamanan melucuti kedaulatan penuh sebuah Negara. Dimana terdapat bias batas yang dulunya Nampak jelas, kini harus ditoleransi atas dasar kerjasama dalam usaha serta aktifitas bersama antar wilayah. Kolektifitas keamanan dan federalisme menjadi gagal karena keduanya justru bekerja melawan poin-poin kedaulatan yang ada. Serangan terhadap kedaulatan hukum yang meniadakan keutuhan kedaulatan politik pasti akan gagal atau tumbang.

Terdapat beberapa hal ikhwal yang harus diperhatikan. Pertama, kerja sama terjadi hanya pada fokus wilayahnya yang lebih spesifik serta berorientasi pada Negara (bersifat regional). Maka tidak atau kurangnya kerja sama jika berbicara dalam konteks yang jauh lebih luas lagi (non-regional). Kedua, sifat maupun fungsi dari kerja sama internasional sangat menentukan, terlebih jika kita berbicara mengenai fungsi atau kedudukan sebuah institusi atau kerja sama baik secara lokal maupun regional. Hal yang palin sederhana untuk kita mati adalah mengenai organisasi internasional yang bergerak atu focus terhadap buruh. Secara fungsional organisasi tersebut hanya fokus pada satu wilayah kerja saja, yakni mengenai buruh yang sangat spesifik. Disamping itu, isu buruh yang dihadapi dan ditangani fokus ke lingkup itu saja pada sebuah wilayah tertentu. Organisasi internasionl yang menangani buruh tidak akan mengurusi isu lain diluar dari wilayah kerjanya tersebut. Meskipun pada dasarnya kerja sama internasional melucuti sebagian kedaulatan Negara, namun kerja sama internasional baik secara institusional maupun organisasional bukan untuk menciptakan kedaulatan Negara yang baru, jauh lebih besar, dan efektif, melainkan untuk memperkokoh dua poin penting yang telah disebutkan diatas. Fungsionalisme mempengaruhi pemikiran yang dikembangkan oleh organisasi kerja sama regional. Dimana Negara mengalami bias atas batas-batas wilayah negaranya. Aliran pemikiran fungsionalisme yang dikembangkan Mitrany pada akhirnya memiliki keterkaitan dengan ide Burton mengenai model masyarakat dunia. Titik temu keduanya misalnya pada dunia perekonomian secara regional yang memusatkan pada globalisasi.

Fenomena fungsionalisme mendapatkan respon serius dari kaum realis. Dimana kaum realis menolak asumsi aktor non-negara yang dijelaskan oleh fungsionalisme. Kaum realis tetap berargumentasi bahwa aktor utama dalam hubungan internasional adalah Negara sebagai aktor uniter. Karena menurut kaum realis, kepentingan Negara selalu menjadi hal utama dan terdepan yang harus dicapai dan tidak mungkin tergadaikan atas kerja sama internasional, meskipun mengatasnamakan organisasi kerja sama internasional. Kaum realis berasumsi pula bahwa fungsi organisasi internasional dalam teori fungsionalisme akan memperlemah posisi atau kedudukan dan kedaulatan sebuah Negara, sehingga Negara akan kesulitan mencapai tujuannya. Hal ini terkait erat dengan poin penting dalam fungsionalisme itu sendiri yaitu kolektifitas dan keamanan bersama yang tidak mungkin mengesampingkan kepentingan masing-masing Negara. 

Kegagalan lain dari fungsionalisme menurut kaum realis terletak pada proses perjalanan instrument fungsionalisme itu sendiri. Hal ini berdasar pada fenomena yang terjadi ketika fungsionalisme tidak dapat menjelaskan dan menangani isu yang bersifat politis. Karena harus diakui bahwa ketika banyak aktor yang berperan dalam hubungan internasional, maka akan terjadi ketidakseimbangan tupoksi dan kepentingan. Hal-hal yang bersifat politis seperti yang ditawarkan realis justru menjadi senjata ampuh penyelesaian isu dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh fungsionalisme. Contohnya pada organisasi internasional yang diikuti oleh beberapa Negara. Determinasi mengenai siapa mendapatkan apa, dimana dan kapan tidak berlaku sama sekali. Karena semua berprinsip untuk mencapai kepentingan secara kolektif. Artinya mengedepankan kolektifitas dalam mencapai tujuan organisasi internasional yang ada. Maka secara fungsional, Negara tidak dapat berkutik sama sekali. Negara harusnya mencapai jalan apapun demi loyalitas mencapai tujuannya. Loyalitas menjadi kunci utama sebuah Negara dalam bersikap diatas kepentingan kolektif. Hal inilah yang menjadi sandungan dalam fungsionalisme. Terdapat dua pilar utama mengenai loyalitas Negara. Pertama jika kita berbicara mengenai loyalitas Negara terhadap kontrak psikologisnya. Kontrak terhadap Negara dengan generasi masa lalu, masa kini dan masa depan terkait dengan budaya, angka kelahiran, wilayah dan bahasa yang digunakan. Dimana kesemuanya itu tidak dapat dibiaskan atau berbaur satu sama lain dengan Negara dan kebudayaan lain. Hal kedua yakni kemampuan Negara memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam negeri sendiri. Pada akhirnya, ambisi Negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya serta dalam memperkuat kedaulatannya akan menjadi lemah dan tergadaikan oleh fungsionalisme dalam organisasi kerja sama internasional.

Teori fungsionalisme begitu erat kaitannya dengan Organisasi Kerja Sama Internasional. Hal utama yang erat kaitannya yaitu mengenai “Dilema Kerja Sama”. Dilemma yang dimaksud tentunya mengarah pada kedaulatan sebuah Negara. Sederhananya adalah mengenai pengorbanan oleh Negara untuk menyerahkan sebagian kedaulatannya demi tercapainya tujuan Negara pada organisasi trans-nasional. Disisi lain, materi fungsionalisme erat kaitannya dengan landasan utama organisasi internasional yang menekankan pada kolektifitas anggota, loyalitas terhadap organisasi trans-nasional yang dibentuk, transparansi kerja untuk mencapai kepentingan bersama. Teori fungsionalisme menjelaskan pula mengenai aktor-aktor yang berperan di dalamnya, baik berupa aktor uniter atau Negara maupun aktor non Negara. 

Ketika fungsionalisme berbicara mengenai institusi yang berperan aktif dalam kerja sama internasional, maka kaum liberal atau teori liberalis yang menjadi acuannya. Begitu pun jika berbicara mengenai aktor uniter maka teori realis yang menjadi acuannya pula. Ketika fungsionalisme berbicara mengenai keuntungan yang didapat Negara karena menjalankan fungsinya dengan baik dalam sebuah organisasi internasional, maka hal ini berkaitan erat dengan aliran rasionalis. Begitu pula jika lebih lanjut fungsionalisme membahas mengenai tujuan bersama yang hendak dicapai oleh beberapa Negara yang berafiliasi dalam organisasi internasional, maka aliran konstruktif yang menjadi elemen terkait di dalamnya. Sementara itu, pendekatan fungsionalisme tidak hanya mengfokuskan pada IGO saja, namun memperbolehkan pula hadirnya INGO. Fungsionalisme berasumsi bahwa warga dunia berada dalam satu kesatuan fungsional dimana jika tercipta komunitas dunia maka terjadi pula konektifitas atau korelasi antar Negara, kelompok-kelompok serta masyarakat.

No comments: